( Diandra )
Kubalutkan
syal biru yang terkibarkan angin pepohonan pinggir danau pada lehernya, saat
kutatap matanya aaaaaaaaaaaakh…….sejenak saja kutatap raut wajahnya jelas
nampak ada rasa yang begitu, ya begitu,,,begitu sakit….dibalik senyum dari
mulut yang sudah putih itu…
Bagaimana
tidak, kanker otaknya kini sudah mencapai stadium akhir, dokterpun hanya mampu
berkata tinggal menunggu waktu, ntah waktu tibanya keajaiban atau waktu saat
aku harus rela kehilangan ia tuk selamanya.
Ya
Rabb…apa aku sanggup jika harus kehilangannya?
Inginku
menangis melihat kondisinya yang sudah seperti ini, badannya semakin mengecil,
tubuhnya melemah dan semakin melemah, tuk sekedar memegang bola saja dia sudah
ta mampu. Namun senyumnya selalu berbinar, dia ta pernah memperlihatkan
kesedihannya pada siapapun.
ya
Rabb…..kenapa harus dia?
Kenapa
tidak aku saja ya Rabb…?
Seperti
sudah menjadi sebuah keharusan setiap sore aku slalu membawanya kesini, ke
tempat paling bersejarah dalam hidup kami.
Dulu…setiap
sore hari kami kesini untuk bermain volley, walaupun hanya sekedar lempar2an
bola tapi ini membuat kedekatan kami terus melekat. Kadang aku suka membawa
teman2 team volley sekolahku untuk bermain bareng biar suasana lebih ramai dan
kami bisa benar2 bermain volley.
Hingga
pada akhirnya kedekatan itu membuat kami tak lagi saling memanggil ade atopun
kaka, aku memanggilnya kapten cilik dan dia memanggilku pelatih muda jelek, ya….walaupun
sdikit kurang mengenakan aku ta prnah mempermasalahkannya yang penting adik cilikku
bahagia.
Rasanya
dunia ini hanya milik kita berdua. Tapi itu dulu, tepatnya sejak 6 bulan yang
lalu semuanya berubah, berubah benar2 berubah…
Kapten
cilikku pingsan sehabis team yang dipimpinnya memenangkan pertandingan volley antar
sekolah dan ia lama tak sadarkan diri. Aku seakan tersambar petir disiang hari
saat mendengar dokter memberitahuku
kalau si kapten cilik mengidap kanker,,,ya,,,kanker otak lebih tepatnya.
Betapa
sedih nya aku, Kenapa harus kanker ya Rabb?????
Betapa
bodohnya aku, hampir setiap saat kulewati hari2 bersamanya tapi aku ta prnah
tahu kalau ia sudah mengidap kanker setelah sekian lama. Ia ta pernah terlihat
murung atau mengeluh sakitpun ta pernah. Akhir2 ini memang aku sering menemukan
keanehan, dia sering terlihat termenung seperti ada yang ia sembunyikan dariku
namun saat kutanya ia slalu menjawab, ups……ta ada apa2 pelatih jelek ini hanya hal
sepele biasa dalam team, jadi kapten cilik harus menyelesaikannya sendiri dan
cukup diakhiri dengan senyum manisnya.
Kurangkul&kupeluk
sangat erat seerat eratnya yang ku mampu, kucium pipinya dan dapat kurasakan
tangannya pun bergerak hendak membalas pelukanku hingga kudengar ia berbisik
lirih “cilik sayaaaaaaaaaaaaaaaaang sma
ka2, pelatih muda jelekku, spirit of my life…sampai akhir hayat ku selalu
menyayangimu n selamat berjumpa dialam kekekalan di syurgaNya nanti” ku peluk
lebih erat nan kuat dan belum sempat kujawab pungkasan kalimat kapten cilik tsb
tubuh mungilnya semakin melemah, mendingin, dan begitu dingin dipelukanku.
Ya
Tuhan…..dia telah pergi,,,dia benar2 pergi untuk selamanya….
Aku
terhentak, menangis, dan menjerit. “Tuhan…..mengapa Kau ambil ia secepat ini?”
Ta
tahukah Engkau aku msih ingin terus bersamanya seperti masa-masa itu…???
burung2
berkicau,,, anginpun kian terasa berhembus,,, segala hal yang ada didanau putih
inipun seakan ikut berduka.
Menjalar
pelangi, disenja yang menutup mentari hari ini, hari terakhirku bersamanya, ya,,,hari
terakhir bersama adik mungilku sang kapten cilik diandra…Selamat jalan…peluk cium
yang tak ingin kusudahi….
kusadari,
sungguh !! ini jalan dariNya,
Biarlah
resah lara terkubur dalam ketiadaan,
Biarlah
tak ku temui ngkau dalam kenyataan,
Doa
yang terbaik melebihi apapun untuk ragamu,
Dan
tangan Tuhan biarlah memeluk erat nafasmu…
Tuhan……..
Sekarang ku hanya
bisa berdoa,
Semoga
Kau memberi tempat yang terindah buat diandra adik mungilku….
I
always to Hope For You God…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar